Konten Hiburan VTuber: Banyak Kurangnya, Banyak Juga Potensinya

Ilustrasi seorang VTuber yang sedang melakukan live streaming

Akhir-akhir ini konten YouTuber Virtual sedang menjadi tren baru di industri kreatif Indonesia yang ditandai dengan semakin banyaknya kemunculan VTuber lokal.


Budaya populer yang diimpor dari Jepang ini rupanya disambut cukup baik di Indonesia yang bisa dilihat dari mulai populernya beberapa kanal video VTuber Indonesia.


Baik mereka yang debut sebagai VTuber indie maupun VTuber dari sebuah agensi. Agensi-agensi VTuber baru belakangan juga semakin ramai bermunculan.


Peningkatan ketertarikan banyak orang dengan VTuber seperti sekarang, kalau dilihat terjadi beriringan dengan semakin populernya anime, manga, dan gim anime di Indonesia.


Hal ini karena VTuber memang masih berbagi audiens utama di pasar yang sama yaitu, pasar anime, manga, dan gim, walau secara teknis adalah produk hiburan yang berbeda.


Bahkan kalau kita melihatnya dalam pandangan yang lebih objektif, sebenarnya secara konsep VTuber adalah pemikiran yang lebih maju dari beragam jenis hiburan saat ini.


Ide dasarnya adalah menghadirkan konten hiburan interaktif sekaligus imajinatif dengan memanfaatkan “topeng” karakter virtual sebagai perantara komunikasinya.


Karakter virtual yang telah sengaja dirancang mulai dari penampilannya, kepribadiannya, dan tingkahnya itu “dihidupkan” seolah dia benar-benar ada dan bisa berinteraksi dengan kita.


Memaknai Hubungan Parasosial Untuk VTuber

Untuk dapat bertahan dan berkembang, VTuber sangat mengandalkan ketertarikan dan kedekatan emosional yang dirasakan para penggemarnya dengan si karakter virtual.


Jadi yang dijual oleh VTuber atau idola virtual pada umumnya adalah persona dari sang karakter virtual dan kualitas keasyikan interaksi yang dilakukan bersama penggemarnya.


Para akademisi umumnya menyebut hubungan imajinatif sepihak seseorang dengan suatu figur media atau fiksi semacam ini dengan istilah “hubungan parasosial”.


Meski begitu, orang yang berperan mengisi suara dibaliknya tetap tidak bisa dipisahkan dari sang karakter virtual karena dialah pemegang “jiwa” dari karakter tersebut.


Dalam anime dan manga, persona karakter dibentuk melalui perkembangan cerita yang telah ditentukan dan ditulis mengikuti kemauan si pengarang cerita tersebut.


Oleh karena itu, karakter anime dan manga terikat dengan cerita di mana Ia muncul. Ia tidak bisa berdiri sendiri, hanya merepresentasikan anime atau manga tersebut.


Ia hanya dilihat terbatas sebagai “karakter” yang diciptakan untuk sebuah cerita fiksi. Ada “tembok” nyata dan khayal yang memisahkan penggemar dengan karakter itu sendiri.


Tidak peduli seberapa sukanya kita dengan suatu karakter dari cerita fiksi, kita tidak bisa berinteraksi atau berkomunikasi dengannya kecuali hanya di dalam khayalan.


Hiburan seperti VTuber atau idola virtual sejenis muncul dengan asumsi, jika penampilan seseorang di media hanyalah sebuah persona maka, karakter virtual pun bisa “menirunya”.


Mencoba menjebol “tembok” yang selama ini memisahkan kenyataan dan dunia fiksi, membangun “jembatan” yang seolah bisa menghubungkan keduanya.


Karena itulah, hubungan parasosial yang tercipta antara idola virtual seperti VTuber dengan penggemarnya dapat jauh lebih kuat dibandingkan karakter dari sebuah cerita fiksi.


Indonesia Masih Belum Bisa Terbiasa dengan VTuber

Karakter virtual diperlakukan layaknya manusia biasa adalah unsur kebaruan yang membuatnya terlihat menarik dan “menyegarkan” dibandingkan produk hiburan lainnya.


Kalau diibaratkan, VTuber itu hampir mirip seperti badut Taman Hiburan. Bedanya, VTuber adalah model digital yang hanya bisa tampil dalam ruang virtual.


Bagi orang yang menyukai animasi, konten seperti VTuber memberikan pengalaman hiburan baru yang unik. Contohnya, bisa berinteraksi dengan karakter virtual.


Namun, hiburan idola karakter virtual semacam VTuber ini hanya cocok untuk mereka yang dalam hidupnya sudah terbiasa terpapar hiburan sejenis anime dan manga.


Jika melihat situasinya sekarang, hiburan seperti VTuber atau yang sejenis, masih dipandang sebagai sesuatu yang aneh ketimbang menarik karena belum terbiasa.


Selain orang yang menyukai anime dan manga, mungkin anak-anak adalah yang paling cocok dengan konten VTuber karena mereka umumnya menyukai konten imajinatif.


Artinya, saat ini Indonesia belum punya pasar dan ekosistem yang ideal untuk VTuber lokal berkembang meskipun, komunitas VTuber di Indonesia sebenarnya sudah cukup besar.


Tentu, keadaan ini mungkin akan berubah di masa depan mengingat semakin banyaknya bocah sekarang yang suka dan terbiasa dengan anime, manga, gim, atau hiburan sejenis.


VTuber Penuh Keterbatasan Namun Punya Potensi untuk Besar

Karena VTuber sangat mengandalkan wujud karakter virtualnya, tidak banyak fleksibilitas yang mereka miliki untuk membuat sebuah konten yang lebih variatif secara teratur.


Secara teknis, membuat konten VTuber sedikit lebih ribet dibandingkan kreator konten biasa karena mereka harus selalu memperhatikan penampilan dari karakter virtualnya.


Selain itu, tidak semua jenis konten dapat cocok disajikan sebagai konten VTuber. Oleh karena itu, cara terbaik adalah dengan memaksimalkan pilihan yang ada saat ini.


Maka jangan heran apabila ada banyak VTuber yang bermunculan tetapi konten yang mereka tawarkan masih cenderung mirip satu sama lain, terutama yang indie.


Aktivitas VTuber yang bersembunyi dibalik karakter virtualnya juga terkadang menjadi persoalan atau drama tersendiri yang ramai diobrolkan para penggemar VTuber.


Semenjak ada kasus VTuber cewek yang ketahuan pemeran aslinya adalah om-om pake voice changer, banyak yang suka kepo dengan gender orang dibalik VTuber favoritnya.


Memang benar bahwa yang dijual oleh VTuber adalah persona karakter virtualnya tetapi sosok nyata dari orang yang memerankan sang karakter masih dianggap penting.


Penampilan VTuber yang selalu mengandalkan karakter virtual dalam menghibur, selain menjadi keunggulannya, di saat yang bersamaan juga menjadi kekurangannya.


Namun, pada akhirnya semua kembali pada ketekunan dan konsistensi sang VTuber untuk membuat konten kreatif yang menarik di tengah semua keterbatasan itu.


Perkembangan teknologi yang semakin maju pasti akan secara perlahan semakin memudahkan para VTuber untuk membuat konten yang lebih variatif dan ekspresif.


Lagipula, konten hiburan berbasis karakter virtual sejenis VTuber adalah hal yang masih tergolong baru. Khusus di Indonesia, tren VTuber sendiri baru muncul sekitar tahun 2020.


Masih banyak eksperimen yang layak dicoba untuk mengembangkan hiburan berbasis karakter virtual seperti VTuber ini agar mampu menjangkau khalayak yang lebih luas.

0 Komentar